Indonesia, sebagai negara demokratis terbesar di dunia, menghadapi berbagai tantangan dalam membangun masyarakat yang inklusif dan adil. Salah satu isu krusial yang harus diatasi adalah perlunya institusi politik dan ekonomi yang inklusif, yang merangkul semua warga negara dan mendorong partisipasi aktif dalam pembangunan negara. Calon Presiden Republik Indonesia, Anies Baswedan, telah mengangkat isu ini dalam pembahasan buku “Why Nations Fail” (Mengapa Negara-Negara Gagal) yang menyoroti pentingnya institusi yang inklusif dalam mencapai kemajuan dan kesejahteraan.
“Why Nations Fail” karya Daron Acemoglu dan James A Robinson merupakan karya yang mendalam tentang peran institusi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu negara. Buku ini menyoroti perbedaan antara institusi politik dan ekonomi yang inklusif dan ekstraktif. Institusi inklusif, seperti hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan keadilan sosial, memberikan ruang bagi partisipasi semua warga negara dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan. Di sisi lain, institusi ekstraktif, yang sering kali didominasi oleh kelompok kepentingan sempit, menyingkirkan sebagian besar masyarakat dari proses pembangunan dan menghambat pertumbuhan yang berkelanjutan.
Anies Baswedan telah dengan tepat mengangkat isu ini, karena Indonesia masih memiliki tantangan besar dalam memastikan bahwa semua warganya terlibat dalam pembangunan nasional. Sebagai seorang pemimpin yang memperhatikan kebutuhan rakyatnya, Anies Baswedan menyadari bahwa menciptakan institusi politik dan ekonomi yang inklusif adalah langkah awal yang penting untuk membangun masa depan yang adil dan berkelanjutan bagi Indonesia.
Dalam konteks politik, Anies Baswedan telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan partisipasi politik rakyat. Misalnya, melalui program “Jakarta Bicara”, ia memberikan platform bagi warga Jakarta untuk menyampaikan masukan dan aspirasi mereka dalam proses pengambilan keputusan pemerintah. Hal ini memungkinkan partisipasi yang lebih luas dan inklusif dalam pembuatan kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Pendekatan ini harus menjadi contoh bagi pemimpin-pemimpin politik lainnya di seluruh negeri untuk mendorong partisipasi politik yang lebih inklusif dan transparan.
Selain itu, dalam sektor ekonomi, Anies Baswedan telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan inklusivitas dan kesetaraan. Program “OK OCE” (One Kecamatan One Center of Entrepreneurship) adalah salah satu inisiatif yang menunjukkan komitmen tersebut. Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan, modal, dan dukungan kepada para wirausaha kecil dan menengah di seluruh Jakarta, dengan harapan mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata dan memberdayakan masyarakat dari berbagai lapisan.
Namun, untuk mencapai visi ini, tidak cukup hanya dengan peran seorang pemimpin. Semua elemen masyarakat, termasuk individu, kelompok masyarakat, dan lembaga-lembaga, perlu bekerja sama untuk membangun institusi yang inklusif. Masyarakat perlu secara aktif terlibat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan, serta mempromosikan nilai-nilai inklusif seperti keadilan, keragaman, dan kebebasan.
Mengadopsi pendekatan inklusif dalam institusi politik dan ekonomi akan membawa manfaat jangka panjang bagi Indonesia. Dengan melibatkan semua warga negara dalam proses pembangunan, potensi dan keahlian yang ada di masyarakat akan terlibat secara optimal. Hal ini akan memperkuat fondasi demokrasi, meningkatkan stabilitas politik, mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, serta menciptakan iklim investasi yang lebih menarik.
Sebagai calon presiden Republik Indonesia, Anies Baswedan telah menggarisbawahi pentingnya institusi politik dan ekonomi yang inklusif dalam mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Namun, untuk mewujudkan visi ini, diperlukan kerja keras dan keterlibatan aktif dari semua pemangku kepentingan. Mari bersama-sama membangun masa depan Indonesia yang inklusif, di mana semua warga negara dapat berpartisipasi dan merasakan manfaat pembangunan negara yang adil dan berkelanjutan.